Bagaimana jika kita dapat mengaplikasikan antara tangan, ide dan pikiran kita?. Tentu saja akan menghasilkan karya cipta seperti berupa tulisan. Tulisan dapat berupa yang bermanfaat bagi orang lain ataupun berupa tulsan yang hanya digunakan untuk kepuasan diri seperti penyaluran hobi. Saya senang menulis, dan saya senang apabila tulisan saya dapat bermanfaat bagi diri saya dan yang paling utama adalah bermanfaat untuk orang lain. I love writing. Now, let's writing! ^.^
Rabu, 27 April 2011
Sabtu, 23 April 2011
Wayang Golek - Seni Budaya Jawa barat
Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka kayu, yang terutama sangat populer di wilayah Tanah Pasundan.
WAYANG
Wayang adalah bentuk teater rakyat yang sangat popular. Orang sering menghubungkan kata “wayang” dengan ”bayang”, karena dilihat dari pertunjukan wayang kulit yang memakai layar, dimana muncul bayangan-bayangan. Di Jawa Barat, selain wayang kulit, yang paling populer adalah wayang golek. Berkenaan dengan wayang golek, ada dua macam diantaranya wayang golek papak (cepak) dan wayang golek purwa yang ada di daerah Sunda. Kecuali wayang wong, dari semua wayang itu dimainkan oleh seorang dalang sebagai pemimpin pertunjukan yang sekaligus menyanyikan suluk, menyuarakan antawacana, mengatur gamelan mengatur lagu dan lain-lain.
PERKEMBANGAN
Sebagaimana alur cerita pewayangan umumnya, dalam pertunjukan wayang golek juga biasanya memiliki lakon-lakon baik galur maupun carangan yang bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sunda dengan iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat boning rincik, satu perangkat kenong, sepasang gong (kempul dan goong), ditambah dengan seperangkat kendang (sebuah kendang Indung dan tiga buah kulanter), gambang dan rebab.
Sejak 1920-an, selama pertunjukan wayang golek diiringi oleh sinden. Popularitas sinden pada masa-masa itu sangat tinggi sehingga mengalahkan popularitas dalang wayang golek itu sendiri, terutama ketika zamannya Upit Sarinamah dan Titim Patimah sekitar tahun 1960-an.
Dalam pertunjukan wayang golek, lakon yang biasa dipertunjukan adalah lakon carangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukan lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan lakon carangan yang bagus dan menarik. Beberapa dalang wayang golek yang terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah Tirayana, Apek Asep Sunarya Sunandar, Cecep Supriadi dll.
Pola pengadegan wayang golek adalah sebagai berikut; 1) Tatalu, dalang dan sinden naik panggung, gending jejer/kawit, murwa, nyandra, suluk/kakawen, dan biantara; 2) Babak unjal, paseban, dan bebegalan; 3) Nagara sejen; 4) Patepah; 5) Perang gagal; 6) Panakawan/goro-goro; 7) Perang kembang; 8) Perang raket; dan 9) Tutug.
Salah satu fungsi wayang dalam masyarakat adalah ngaruat, yaitu membersihkan dari kecelakaan (marabahaya). Beberapa orang yang diruwat (sukerta), antara lain: 1) Wunggal (anak tunggal); 2) Nanggung Bugang (seorang adik yang kakaknya meninggal dunia); 3) Suramba (empat orang putra); 4) Surambi (empat orang putri); 5) Pandawa (lima putra); 6) Pandawi (lima putri); 7) Talaga Tanggal Kausak (seorang putra dihapit putri); 8) Samudra hapit sindang (seorang putri dihapit dua orang putra), dan sebagainya.
Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan wayang golek.
SUMBER :
http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_golek
2.3.2 Gejala Klinis Filariasis Kronis
Berupa pembesaran yang menetap (Elephantiasis) pada tungkai, lengan buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
2.4 Pencegahan Filariasis di Indonesia
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector ( mengurangi kontak dengan vector) misalnya dengan :
a. menggunakan kelambu bula akan sewaktu tidur
b. menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk
c. menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk baker
d. mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara memberantas nyamuk; dengan membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk; membersihkan semak-semak disekitar rumah.
2.5 Pengobatan Filariasis di Indonesia
Pengobatan filariasis dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengobatan Masal
Dilakukan di daerah endemis (mf rate > 1%) dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombilansikan dengan Albendazole sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi pengobatan seperti demam atau pusing dapat diberikan Paracetamol. Pengobatan massal diikuti oleh seluruh penduduk yang berusia 2 tahun ke atas, yang ditunda selain usia ≤ 2 tahun, wanita hamil, ibu menyusui dan mereka yang menderita penyakit berat.
2. Pengobatan Selektif
Dilakukan kepada orang yang mengidap mikrofilaria serta anggota keluarga yang tinggal serumah dan berdekatan dengan penderita di daerah dengan hasil survey mikrofilaria < 1% (non endemis)
3. Pengobatan Individual (penderita kronis)
Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10 hari sebagai pengobatan individual serta dilakukan perawatan terhadap bagian organ tubuh yang bengkak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi.
2. Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghisap darah orang tersebut. Siklus Penularan penyakit kaki gajah ini melalui dua tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk (vector ) dan tahap kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.
3. Pencegahan adalah dengan berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector ( mengurangi kontak dengan vector).
4. Pengobatan secara massal dilakukan didaerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albenzol sekali setahun selama 5-10 tahun, untuk mencegah reaksi samping seperti demam, diberikan Parasetamol; dosis obat untuk sekali minum adalah, DEC 6 mg/kg/berat badan, Albenzol 400 mg albenzol (1 tablet ); pengobatan missal dihentikan apabila Mf rate sudah mencapai < 1 % ; secara individual / selektif; dilakukan pada kasus klinis, baik stadium dini maupun stadium lanjut, jenis dan obat tergantung dari keadaan kasus.
3.2 Saran
Sebaiknya masyarakat memiliki perhatian khusus terhadap penyakit filariasis. Misalnya dengan melakukan tindakan pencegahan seperti :
a. Melakukan pemeriksaan ANC pada ibu hamil
b. Menggunakan kelambu bula akan sewaktu tidur
c. Menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk
d. Menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk baker
e. Mengoles kulit dengan obat anti nyamuk
f. Memberantas nyamuk ; dengan membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk; membersihkan semak-semak disekitar rumah.
g. Makan makanan yang bergizi agar daya imunitas kita tidak menurun.
LAMPIRAN 1
Tabel 1. PENYEBARAN GEOGRAFIK VEKTOR FILARIASIS DI INDONESIA
Spesies Daerah Penyebaran |
Brugia malayi periodik An.barbirostris - - - Sul - - - An.nigerrimus - - Kal - - - - Brugia malayi subperiodik Ma.dives Sum - Kal Sul - - - Ma.uniformis Sum - Kal - - Mal - Ma.annulifera Sum - Kal - - - - Ma.indiana Sum - Kal - - - - Ma.annulata Sum - Kal - - - - Ma.bonnae Sum - Kal - - - - *Cq.crassipes - - Kal - - - - Brugia timori An.barbirostris - - - - NT - - Wuchereria bancrofti Cx.quinguefasciatus - Jawa Kal - - - - Cx.annulirostris - - - - - - Irja Cx.bitaeniorrhynchus - - - - - - Irja Ae.kochi - - - - - - Irja An.subpictus - - - - - - Irja An.koliensis - - - - - - - An.aconitus - - - - - - - An.bancrofti - - - - - Mal Irja An.farauti - - - - - - Irja An.punctulatus - - - - - - Irja **Ar.obturbans - - - - - - Irja |
*Cq = Coquillettida, **Ar = Armigeres
Sum = Sumatra, Kal = Kalimantan, Sul = Sulawesi, Mal = Maluku, Irja = Irian Jaya,
NT = Nusa Tenggara
LAMPIRAN 2
Daur hidup Wuchereria bancrofti.
LAMPIRAN 3
Penderita Penyakit Filariasis
LAMPIRAN 4
Daerah Penyebaran Filariasis
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan (hal. 15-16). Jakarta: EGC.
Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat (hal. 50-51). Jakarta: EGC.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit (hal. 108-109). Jakarta: Hipokrates.
Hart, Tony., & Shears, Paul. 1997. Atlas Berwarna Mikrobiologi Kedokteran (hal. 276-278). Jakarta: Hipokrates.
Jawetz, Ernest., Melnick, Joseph L., & Adelberg, Edward A. 1996. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) (hal. 670-678), Jakarta: EGC.
Lynne S, Garcia., & Bruckner, David A. 1996. Diagnostic Medical Parasitology (hal. 182-201).. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid pertama (hal. 419-421). Jakarta: Media Aesculapius.
Margono, Sri S. 1998. Parasitologi Kedokteran (hal. 35-51). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Margono, Sri S. 1998. Parasitologi Kedokteran (hal. 231-235). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mubin, A. Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi (hal. 93-95). Jakarta: EGC.
Onggowaluyo, Jangkung Samidjo. 2001. Parasitologi Medik I (Helmintologi) : Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik (hal. 35-48). Jakarta: EGC.
Rampengan, T.H., & Laurentz. 2008. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak (hal. 233-243). Jakarta: EGC.
Volk., Benjamin., Kadner., & Parsons. 1982. Essential Of Medical Microbiology. Washington East: J.B. Lippincott Company.
http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=printarticle&artid=35367
Filariasis di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing filaria mempunyai spesies 200 lebih dan hanya beberapa yang terdapat pada manusia. Spesies filaria yang paling sering menginfeksi manusia adalah Wuchereria brancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan Onchocerca volvulus. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Di Indonesia ditemukan 3 jenis parasit nematoda penyebab filariasis limfatik pada manusia, yaitu Wuchereria brancrofti, Brugia malayi, Brugia timori. Hal ini butuh perhatian khusus untuk mengatasinya. Untuk itu, penulis mencoba mengulas mengenai materi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan ini dan agar penulisan terarah dan tidak meluas, maka perlu adanya suatu pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada sekitar penjelasan mengenai filariasis di Indonesia.
Dari pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah, yaitu :
1. Apakah definisi dari filariasis?
2. Bagaimana endemi dari filariasis?
3. Bagaimana epidemiologi dari filariasis?
4. Apakah yang menjadi penyebab filariasis khususnya di Indonesia? 5. Bagaimana upaya pencegahan yang harus dilakukan?
6. Bagaimana upaya pengobatan yang harus dilakukan terhadap penderita penyakit tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penulisan karya tulis ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah mikrobiologi tahun ajaran 2010. Selain itu, karya tulis ini bertujuan untuk di POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 1 Jurusan Kebidanan Semester 1 yang mengulas tentang Filariasis di Indonesia.
1.4 Ruang Lingkup
Saat ini banyak masyarakat yang terjangkit penyakit Filariasis, khususnya masyarakat Indonesia. Hal itu terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan penyakit tersebut. Untuk itu, pada karya tulis ini penulis akan membahas mengenai “Filariasis di Indonesia”.
1.5 Metode Penelitian
Dalam proses penulisan karya tulis ini metode yang dipergunakan oleh penulis adalah penelitian kepustakaan dan media internet.
1.6 Sistematika Penelitian
Kata Pengantar
Daftar isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Ruang Lingkup
1.5 Metode Penelitian
1.6 Sistematika Penelitian
BAB II : Tinjauan Materi
2.1 Filariasis
2.1.1 Definisi
2.1.2 Endemi Filariasis
2.1.3 Epidemiologi
2.2 Penyebab Filariasis
2.3 Gejala Klinis Filariasis
2.3.1 Gejala Klinis Akut
2.3.2 Gejala Klinis Kronis
2.4 Pencegahan
2.5 Pengobatan
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN MATERI
2.1 Filariasis
2.1.1 Definisi
Filariasis merupakan penyakit menular (Penyakit Kaki Gajah) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara.
2.1.2 Endemi Filariasis
Pada karya tulis ini, penulis mencantumkan endemi filariasis di kota Tangerang Selatan. Karena pada saat ini kota tersebut baru saja dinyatakan sebagai daerah endemis filariasis.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) sebagai daerah endemis filariasis (kaki gajah). Untuk mencegah penyebaran penyakit yang disebabkan oleh cacing tersebut, seluruh warga Tangsel harus diberi obat selama lima tahun berturut-turut.
Kepala Seksi Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangsel Dr Alwan mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan sampel darah jari (SDJ) yang dilakukan Kemenkes bekerjasama dengan Dinkes Tangsel, jumlah penderita di tiga kecamatan yakni Serpong, Pamulang dan Ciputat yang terpapar cacing penyebab kaki gajah sudah mencapai 47 penderita atau 1 persen terinfeksi kaki gajah.
Dikatakannya, hasil pengambilan SDJ terhadap tiga kecamatan, sebanyak 5-10 orang dinyatakan positif memiliki cacing mikrofilaria di dalam darahnya. Suatu daerah bisa dinyatakan endemis jika dari 500 sampel yang diperiksa di satu desa atau kecamatan, terdapat lebih dari 5 orang yang positif. Berdasarkan hasil pemeriksaan Dinkes, terdapat tiga kecamatan yang memiliki lebih dari 5 orang yang positif, katanya.
Ia menjelaskan, karena Kota Tangsel telah dinyatakan endemis kaki gajah, seluruh warganya harus diberi obat selama 10 hari berturut-turut. Obat yang harus diminum adalah Diethil Carbamazine Citrate (DEC), Albendazole, dan Paracetamol secara berulang kali agar cacing itu mati dan tidak menggeroti tubuh korban. Obat tersebut diminum dalam dosis tunggal sekali. Untuk ibu hamil dan anak di bawah dua tahun minum obat ditunda terlebih dahulu, tuturnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, sebanyak 926.143 warga Kota Tangsel dari jumlah penduduk sekitar 1,2 juta jiwa, menjadi sasaran pengobatan penyakit filariasis. Pengobatan massal itu dilakukan di Kecamatan Pamulang sebagai daerah endemis kaki gajah. Sampai saat ini warga yang tinggal di tiga kecamatan masih dinyatakan endemis kaki gajah, katanya.
Sambung Alwan, penyakit filariasis bisa mengakibatkan si penderita menjadi penyandang sosial juga produktivitas menurun karena terganggu kecacatan tubuh. Oleh karena itu, penyakit kaki gajah harus dieliminasi dengan cara diberantas melalui pengobatan massal agar tak menularkan kepada warga lainya.
2.1.3 Epidemiologi
Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah di daerah dataran rendah. Tetapi kadang-kadang dapat juga ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi. Di Indonesia penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan. Yang terdapat di kota hanya W.bancrofti yang telah ditemukan di kota Jakarta, Tangerang, Pekalongan dan Semarang dan mungkin di beberapa kota lainnya.
Di Indonesia filariasis tersebar luas; daerah endemi terdapat di banyak pulau di seluruh Nusantara, seperti di Sumatra dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, N.T.T., Maluku dan Irian Jaya. Masih banyak daerah yang belum diselidiki.
Prevalensi infeksi sangat variabel; ada daerah yang non-endemik dan ada pula daerah-daerah dengan derajat infeksi yang dapat mencapai 70%. Prevalensi infeksi dapat berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya ada tendensi menurun dengan adanya kemajuan dalam pembangunan yang menyebabkan perubahan lingkungan. Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis, perlu diperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoar, vektor dan keadaan lingkungan yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing.
2.2 Penyebab Filariasis di Indonesia
2.2.1 Cacing filaria
Cacing Filaria memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Cacing dewasa (makrofilaria), bentuknya seperti benang berwarna putih kekuningan. Sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih susu.
2. Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65 - 100 mm, ekornya berujung tumpul, untuk makrofilarial yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40 mm, ekor melingkar. Sedangkan mikrofilaria berukuran panjang kurang lebih 250 mikron, bersarung pucat.
3. Tempat hidup Makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar limfe. Sedangkan pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi, dan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-paru, jantung, dan hati.
Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan.
Di Indonesia ditemukan 3 jenis parasit nematoda penyebab filariasis limfatik pada manusia, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori. Di daerah perkotaan, Wuchereria bancrofti ditularkan oleh nyamuk Culex quinguefasciatus. Di pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Biasanya parasit ini tidak ditularkan oleh nyamuk Mansonia.
Brugia timori hanya terdapat pada manusia. B.malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris dan yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk Mansonia. B.timori ditularkan oleh nyamuk An.barbirostris. daur hidup kedua parasit ini cukup panjang, tetapi lebih pendek daripada W.bancrofti. Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan.
2.3 Gejala Klinis Filariasis
2.3.1 Gejala Klinis Filariasis Akut
Apabila seseorang terserang filariasis, maka gejala yang tampak antara lain:
1. Demam berulang-ulang selama 3 – 5 hari, demam dapat hilang bila si penderita istirahat dan muncul lagi setelah si penderita bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar getah bening sehingga terlihat bengkak di daerah lipatan paha, ketiak yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
3. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan merasa panas.
Langganan:
Postingan (Atom)