BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing filaria mempunyai spesies 200 lebih dan hanya beberapa yang terdapat pada manusia. Spesies filaria yang paling sering menginfeksi manusia adalah Wuchereria brancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan Onchocerca volvulus. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Di Indonesia ditemukan 3 jenis parasit nematoda penyebab filariasis limfatik pada manusia, yaitu Wuchereria brancrofti, Brugia malayi, Brugia timori. Hal ini butuh perhatian khusus untuk mengatasinya. Untuk itu, penulis mencoba mengulas mengenai materi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan ini dan agar penulisan terarah dan tidak meluas, maka perlu adanya suatu pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada sekitar penjelasan mengenai filariasis di Indonesia.
Dari pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah, yaitu :
1. Apakah definisi dari filariasis?
2. Bagaimana endemi dari filariasis?
3. Bagaimana epidemiologi dari filariasis?
4. Apakah yang menjadi penyebab filariasis khususnya di Indonesia? 5. Bagaimana upaya pencegahan yang harus dilakukan?
6. Bagaimana upaya pengobatan yang harus dilakukan terhadap penderita penyakit tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penulisan karya tulis ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah mikrobiologi tahun ajaran 2010. Selain itu, karya tulis ini bertujuan untuk di POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 1 Jurusan Kebidanan Semester 1 yang mengulas tentang Filariasis di Indonesia.
1.4 Ruang Lingkup
Saat ini banyak masyarakat yang terjangkit penyakit Filariasis, khususnya masyarakat Indonesia. Hal itu terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan penyakit tersebut. Untuk itu, pada karya tulis ini penulis akan membahas mengenai “Filariasis di Indonesia”.
1.5 Metode Penelitian
Dalam proses penulisan karya tulis ini metode yang dipergunakan oleh penulis adalah penelitian kepustakaan dan media internet.
1.6 Sistematika Penelitian
Kata Pengantar
Daftar isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Ruang Lingkup
1.5 Metode Penelitian
1.6 Sistematika Penelitian
BAB II : Tinjauan Materi
2.1 Filariasis
2.1.1 Definisi
2.1.2 Endemi Filariasis
2.1.3 Epidemiologi
2.2 Penyebab Filariasis
2.3 Gejala Klinis Filariasis
2.3.1 Gejala Klinis Akut
2.3.2 Gejala Klinis Kronis
2.4 Pencegahan
2.5 Pengobatan
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN MATERI
2.1 Filariasis
2.1.1 Definisi
Filariasis merupakan penyakit menular (Penyakit Kaki Gajah) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara.
2.1.2 Endemi Filariasis
Pada karya tulis ini, penulis mencantumkan endemi filariasis di kota Tangerang Selatan. Karena pada saat ini kota tersebut baru saja dinyatakan sebagai daerah endemis filariasis.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) sebagai daerah endemis filariasis (kaki gajah). Untuk mencegah penyebaran penyakit yang disebabkan oleh cacing tersebut, seluruh warga Tangsel harus diberi obat selama lima tahun berturut-turut.
Kepala Seksi Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangsel Dr Alwan mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan sampel darah jari (SDJ) yang dilakukan Kemenkes bekerjasama dengan Dinkes Tangsel, jumlah penderita di tiga kecamatan yakni Serpong, Pamulang dan Ciputat yang terpapar cacing penyebab kaki gajah sudah mencapai 47 penderita atau 1 persen terinfeksi kaki gajah.
Dikatakannya, hasil pengambilan SDJ terhadap tiga kecamatan, sebanyak 5-10 orang dinyatakan positif memiliki cacing mikrofilaria di dalam darahnya. Suatu daerah bisa dinyatakan endemis jika dari 500 sampel yang diperiksa di satu desa atau kecamatan, terdapat lebih dari 5 orang yang positif. Berdasarkan hasil pemeriksaan Dinkes, terdapat tiga kecamatan yang memiliki lebih dari 5 orang yang positif, katanya.
Ia menjelaskan, karena Kota Tangsel telah dinyatakan endemis kaki gajah, seluruh warganya harus diberi obat selama 10 hari berturut-turut. Obat yang harus diminum adalah Diethil Carbamazine Citrate (DEC), Albendazole, dan Paracetamol secara berulang kali agar cacing itu mati dan tidak menggeroti tubuh korban. Obat tersebut diminum dalam dosis tunggal sekali. Untuk ibu hamil dan anak di bawah dua tahun minum obat ditunda terlebih dahulu, tuturnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, sebanyak 926.143 warga Kota Tangsel dari jumlah penduduk sekitar 1,2 juta jiwa, menjadi sasaran pengobatan penyakit filariasis. Pengobatan massal itu dilakukan di Kecamatan Pamulang sebagai daerah endemis kaki gajah. Sampai saat ini warga yang tinggal di tiga kecamatan masih dinyatakan endemis kaki gajah, katanya.
Sambung Alwan, penyakit filariasis bisa mengakibatkan si penderita menjadi penyandang sosial juga produktivitas menurun karena terganggu kecacatan tubuh. Oleh karena itu, penyakit kaki gajah harus dieliminasi dengan cara diberantas melalui pengobatan massal agar tak menularkan kepada warga lainya.
2.1.3 Epidemiologi
Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah di daerah dataran rendah. Tetapi kadang-kadang dapat juga ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi. Di Indonesia penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan. Yang terdapat di kota hanya W.bancrofti yang telah ditemukan di kota Jakarta, Tangerang, Pekalongan dan Semarang dan mungkin di beberapa kota lainnya.
Di Indonesia filariasis tersebar luas; daerah endemi terdapat di banyak pulau di seluruh Nusantara, seperti di Sumatra dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, N.T.T., Maluku dan Irian Jaya. Masih banyak daerah yang belum diselidiki.
Prevalensi infeksi sangat variabel; ada daerah yang non-endemik dan ada pula daerah-daerah dengan derajat infeksi yang dapat mencapai 70%. Prevalensi infeksi dapat berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya ada tendensi menurun dengan adanya kemajuan dalam pembangunan yang menyebabkan perubahan lingkungan. Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis, perlu diperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoar, vektor dan keadaan lingkungan yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing.
2.2 Penyebab Filariasis di Indonesia
2.2.1 Cacing filaria
Cacing Filaria memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Cacing dewasa (makrofilaria), bentuknya seperti benang berwarna putih kekuningan. Sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih susu.
2. Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65 - 100 mm, ekornya berujung tumpul, untuk makrofilarial yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40 mm, ekor melingkar. Sedangkan mikrofilaria berukuran panjang kurang lebih 250 mikron, bersarung pucat.
3. Tempat hidup Makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar limfe. Sedangkan pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi, dan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-paru, jantung, dan hati.
Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan.
Di Indonesia ditemukan 3 jenis parasit nematoda penyebab filariasis limfatik pada manusia, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori. Di daerah perkotaan, Wuchereria bancrofti ditularkan oleh nyamuk Culex quinguefasciatus. Di pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Biasanya parasit ini tidak ditularkan oleh nyamuk Mansonia.
Brugia timori hanya terdapat pada manusia. B.malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris dan yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk Mansonia. B.timori ditularkan oleh nyamuk An.barbirostris. daur hidup kedua parasit ini cukup panjang, tetapi lebih pendek daripada W.bancrofti. Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan.
2.3 Gejala Klinis Filariasis
2.3.1 Gejala Klinis Filariasis Akut
Apabila seseorang terserang filariasis, maka gejala yang tampak antara lain:
1. Demam berulang-ulang selama 3 – 5 hari, demam dapat hilang bila si penderita istirahat dan muncul lagi setelah si penderita bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar getah bening sehingga terlihat bengkak di daerah lipatan paha, ketiak yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
3. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan merasa panas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar